NAMA : TIARA PRADHITA
FITRIYANA
NPM
: 18213896
KELAS : 3EA21
MATA
KULIAH : BAHASA INDONESIA 2
ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN
ILMIAH
KATA PENGANTAR
Tiada yang lebih patut menjadi tempat memanjatkan puji
syukur selain Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya penulisan makalah ini.
Penulisan ini dapat terlaksana terutama berkat anugerah yang dilimpahkan Allah
SWT dalam bentuk kesehatan,
kemampuan, dan kelonggaran.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan petunjuk berupa akal, pikiran dan ilmu
pengetahuan. Sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan yang berjudul”ASPEK
PENALARAN DALAM KARANGAN ILMIAH”.
Hanya setitik ilmu yang saya miliki diantara seluas lautan pengetahuan.
Oleh karena itu dimungkinkan ada kekurangan atau kekhilafan dalam penyajian
makalah ini. Mohon maklum dan terimakasih.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
tulisan sebelumnya penulis telah mengupload masalah berpikir induktif yang
tentu saja berhubungan dengan penalaran. Penalaran adalah sesuatu hal yang
digunakan untuk berinterasi dengan individu arau kelompok agar komunikasi dapat
berjalan sesuai tema pembicaraan. Banyak aspek yang ada dalam penalaran yang
sesuai dengan penalaran induktif dan penalaran deduktif, yang berisi karanga
dan harus mengerti pengolongan fakta sebagai unsur dasar penalaran karangan
ilmiah.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan
ini akan dibuat dengan tujuan untuk menambah pengetahuan tentang aspek
penalaran dalam karya ilmiah.
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana
menulis sebagai prosen penalaran?
2. Apakah
penalaran induktif dan penalaran deduktif dalam karanga ilmiah?
3. Bagaimana
isi dalam karangan iliah?
4. Apa
fakta yang digunakan sebagai unsur dasar penalaran kerangka?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menulis dalam Karangan Ilmiah
Menulis
merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan
baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya. Maka kita harus mencari
topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatu topik tersebut kita harus
berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari telah melakukan proses
penalaran. Maka pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan sedikit mengenai
menuli merupakan proses bernalar. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah
mencakup 5 aspek yaitu:
1. Aspek
Keterkaitan
Aspek
keterkaitan adalah hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu
karangan.
2. Aspek
Urutan
Aspek
urutan adalah pola urutan tentang suatu yang harus didahulukan atau ditampilkan
kemudian dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan.
3. Aspek
Argumentasi
Aspek
argumentasi adalah bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta,
pembuktian suatu pernyatan dan kesimpulan dari hal yang telah dibutuhkan.
4. Aspek
Teknik Penyusunan
Aspek
teknik penyusunan adalah bagaimana pola penusunan yang dipakai, apakah
digunakan secara konsisten, karangan ilmiah harus disusun dengan pola
penyusunan tertentu dan teknik bersifat baku dan universal.
5. Aspek
Bahasa
Aspek
bahasa adalah bagaimana penggunaan bahab karangan ilmiah harus disusun dengan
bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru
akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan
ilmiah akademis.
2.2 Penalaran Induktif dan Deduktif
dalam Karya Ilmiah
1.
Penalaran Induktif
Induksi/induktif
adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individu
untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai
bergerak dari pene;litian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena
semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah
lebuih jauh ke penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut
sebagai corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak
manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses penalaran deduktif. Pengertian
fenomena-fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus
diartikan pertama-tama sebagai data-data maupun sebagai pernyataan-pernyataan
yang tentunya bersifat faktual pula. Proses penalaran induktif dapat dibedakan
lagi atas bermacam-macam variasi seperti generalisasi, hipotese dan teori,
analogi induktif, kausal dan sebagainya.
Contoh
penalaran induktif :
Harimau
berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga
berkembang biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak
dengan melahirkan.
2.
Penalaran Deduktif
Sebagai
suatu istilah dalam penalaran, deduktif/ deduksi adalah merupakan suatu proses
berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada,
menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari
pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam
proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Proposisi baru itu
tidak lain dari kesimpulan kita mengenai suatu fenomena yang telah kita
identifikasi dengan mempertalikannya dengan proposisi yang umum.
Dalam
penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu
baginya adalah suatu proposisi umu dan
suatu proposisi yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian
dengan suatu proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar
dan kalau proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan
yang benar.
Uraian
mengenai proses berpikir deduktif ialah seperti silogisme kategorial, entimen,
rantai deduktif, siklogisme alternatif, silogisme hipotesis dan sebagainya.
Contoh
penalaran induktif:
Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial penanda status sosial.
2.3 Isi Karangan
Isi
karangan menyajikan fakta yang berupa benda, kejadian, gejala, sifat ramalan,
dan sebagainnya. Karya ilmiah membahas fakta meskipun untuk pembahasan ini diperlukan
teori atau pendapat. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan
dengan fakta, yaitu generalisasi dan spesifikasi, klasifikasi, perbandingan dan
pertentangan, hubungan sebab akibat, analogi dan ramalan.
2.3.1
Urutan
Logis
Suatu karangan harus merupakan suatu
kesatuan, sehingga harus dikembangkan dalam urutan yang sistematis, jelas, dan
tegas. Urutan dapat disusun berdasarkan waktu, ruang, alurnalar, kepentingan
dan sebagainya.
1. Urutan
waktu (kronologis)
Perhatikan paragraph
berikut:
Dahulu sebelum cara
immunisasi ditemukan selama puluhan abad, puluhan ribu penduduk dunia mati
akibat berbagai penyakit. Di Inggris saja sebuah ditemukan vaksin cacar, kurang
lebih 80.000 ribu orang mati karena penyakit itu. Penemuan vaksin sejak abad
ke-18 sangat memperkecil angka kematian tersebut.
Tulisan di atas
dikembangkan secara kronologis, artinya berdasarkan urutan waktu. Perhatikan
kata-kata yang menunjukkan hubungan kronologi tersebut. Urutan kronologis di
dalam tulisan secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata atau
ungkapan-ungkapan seperti: dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara,
selanjutnya dan sebagainya.
Pengembangan tulisan
dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan dalam memaparkan sejarah,
proses, asal-usul, dan riwayat hidup (biografi).
2. Urutan
Ruang (Spasial)
Urutan ini dipergunakan
untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang.
Contoh:
Jika anda memasuki
pekarangan bangunan kuno itu, setelah anda melalui pintu gerbang kayu penuh
ukiran indah. Anda akan berada pada jalan berlantai batu hitam yang membelah
suatu lapangan rumput yang dihiasi petak bunga-bungaan dan pohon-pohonan
peneduh. Di kiri kanan jalan itu agak ke tengah terdapat lumbung padi,
puncaknya berbentuk seperti tanduk dan beratap ijuk.
3. Urutan
Alur Penalaran
Berdasarkan alur
penalarannya, suatu paragraph dapat dikembangkan dalam urutan umum-khusus dan
khusus-umum. Urutan ini menghasilkan paragraph deduktif dan induktif. Urutan
umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah. Tulisan yang
paragraph-paragrafnya dikembangkan dalam ut=rutan ini secara menyeluruh lebih mudah dipahami isinya.
Dengan membaca kalimat-kalimat pertama pada paragraph, maka pembaca dapat
mengetahui garis besar isi seluruh karangan.
Contoh :
Semua mahasiswa selalu
memperingati HUT Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia setiap tanggal
17 Agustus sebagai wujud dari nasionalisme. Beberapa hal yang bisa mereka
tunjukkan adalah dengan mengadakan berbagai acara seperti lomba pidato,
mengarang, debat dll.
4. Urutan
Kepentingan
Suatu karangan dapat
dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan gagasan yang dikemukakan.
Dalam hal ini arah pembicaraan ialah dari yang paling penting sampai kepada
yang paling tidak penting atau sebaliknya.
2.4
Fakta
Sebagai Unsur Dasar Penalaran Karangan
Agar
dapat menalar dengan tepa, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang
berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab
itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa
pengertian dari fakta.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal
(keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada
atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah
diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang termati
oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem
serta dilakukan secara sekuebnsial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah
ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah
teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk
memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu
mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus
mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali
hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain
itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian
dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut
pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut
klasifikasi.
1. Klasifikasi
Membuat
klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan
fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu
klasifikasi akan berheni, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada
individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis
individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke
dalam suatu spesies. Contohnya, “Dani adalah manusia”, tetapi tidak “Manusia
adalah Dani” karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu
diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan
pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri
penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang
ada dari fakta-fakta yang diteliti.
2. Jenis
Klasifikasi
Klasifikasi
dapat dibedakan menjadi dua jjenis, yaitu:
·
Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya
mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi
seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
·
Klasifikas kompleks, suatu kelas
mencakup lebih dari dua ciri negative; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan
berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.
3. Persyaratan
Klasifikasi
Klasifikasi
harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
·
Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini
merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang
menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang
dikasifikasikan.
·
Klasifikasi harus logis dan ajek
(konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh
kepada kelas bawahannya.
·
Klasifikasi harap bersikap lengkap,
menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenkan
kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain
itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat
golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi yang sudah dijelaskan
sebelumnya, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1).
Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati
ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu.
Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut
generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk
semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi
mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam
pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang
merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan
yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah : biasanya, pada umumnya,
sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang
digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk
menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta
penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraph
dalam tulisan yang mencantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak
logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta ?(disebut generalisasi
factual) atau pendapat (opini).
2).
Analogi, persamaan antar bentuk yang
menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu
dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduannya.
Analogi
terdiri darii dua macam, pertama analogi
penjelas(deklaratif) yaitu
perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya
dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan
atau pengetahuan yang baru, kedua analogi
induktif yaitu suatu proses
penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala
khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat
esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan
adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang
berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
3).
Hubungan Sebab Akibat, hubungan
ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat,
akibat-sebab, dan akibat-akibat.
·
Penalaran sebab-akibat dimulai dengan
pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
·
Penalaran akibat-sebab dimulai dari
suatu akibat yang diketahui.
·
Penallaran akibat-akibat berpangkal dari
suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat
lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.
2.4.1
Salah
Nalar
Kesalahan yang berhubungan dengan proses
penalaran disebut sebagai salah nalar. Ada dua jenis kesalahan menurut
penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal
dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan
formal.
a).
Kesalahan Informal
kesalahan informal biasanya
dikelompokkan sebagai kesalahan relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila
premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk
ke dalam jenis jkesalahan ini adalah:
·
Argumentum
ad Hominem, kesalahan itu berarti “argumentasi
ditujukan kepada diri orang”. Artinya, kesalahan itu terjadi bila seseorang
mengambil keputusan atau kesimpulan tidak berdasarkan penalaran melaikan untuk
kepentingan dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis.
·
Argumentum
ad Baculum, kesalahan yang terjadi apabila suatu keputusan
diterima atau ditolak karena adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan.
·
Argumentum
ad Verucundiam atau Argumentum
Adictoritatis, kesalahan yang terjadi apabila seseorang menerima pendapat
atau keputusan dengan alasan penalaran melainkan karena yang menyatukan
pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki kekuasaan.
·
Argumentum
ad Populum, kesalahan itu berarti “argumentasi
ditujukan kepada rakyat”. Artinya, argumentasi yang dikemukakan tidak
mementingkan kelogisan; yang penting agar orang banyak terguguh. Hal ini sering
dilakukan dalam propaganda.
·
Argumentum
ad Misericordiam, argumentasi dikemukakan untuk
membangkitkan belas kasihan.
·
Kesalahan
Non-Causa Pro-Causa, kesalahan ini terjadi jika seseorang
mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya merupakan sebab atau bukan sebab yang
lengkap.
·
Kesalahan
Aksidensi, kesalahan terjjadi akibat penerapan
prinsip uum terhadap keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau
kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok.
·
Petitio
Principii, kesalahan ini terjadi jika argument yang
diberikan telah tercantum di dalam premisnya. Kadang-kadang petition principii ini berwujud sebagai argumentasi
berlingkar: A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D disebabkan
A.
·
Kesalahan
komposisi dan divisi, kesalahan
komposisi terjadi jika menerapkan predikat individu kepada kelompoknya
sementara kesalahan divisi terjadi jika predikat yang benar bagi kelompok
dikenakan kepada individu anggotanya.
·
Kesalahan
karena Pertanyaan yang Kompleks, pertanyaan yang
dimaksud ini bukan dinyatakan dengan kalimat kompleks saja, namun yang dapat
menimbulkan banyak jawaban.
·
Non
Secuitur (Kesalahan Konsekuen), kesalahan ini terjadi
jika dalam suatu proposisi kondisional terjadi pertukaran anteseden dan
konsekuen.
·
Ignoratio
Elenchi, kesalahan ini sama atau sejenis dengan argumentum ad Hominem, ad Verucundiam, ad
Baculum, dan ad Populum yaitu
tidak ada relevansi antara premis dan kesimpulannya.
b).
Kesalahan Formal
kesalahan ini berhubungan erat dengan
materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1).
Kesalahan Induktif
Kesalahan
induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini terjadi
karena:
·
Generalisasi yang terlalu luas.
·
Hubungan sebab akibat yang tidak
memadai.
·
Kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi
bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan ciri esensial kesimpulan
yang ditarik.
2).
Kesalahan Deduktif
·
Dalam cara berpikir deduktif kesalahan
yang biasa terjadi adalah kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.
·
Kesalahan term keempat. Dalam hal ini
term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada
premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan.
·
Kesimpulan terlalu luas atau kesimpulan
lebih luas dari pada premisnya.
·
Kesalahan kesimpulan dari premis-premis negatif.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah
mempelajari aspek penalaran dalam karangan ilmiah, maka kita tahu tentang bagaimana
cara untuk menulis sebagai proses penalaran, penalaran induktif dan dedultif
dalam karya ilmiah, isi karangan dan fakta sebagai unsur dasar penalaran
karangan.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar