Senin, 11 April 2016

Aspek Penalaran dalam Karangan Ilmiah



NAMA                        : TIARA PRADHITA FITRIYANA
NPM                           : 18213896
KELAS                       : 3EA21
MATA KULIAH       : BAHASA INDONESIA 2

ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN ILMIAH

KATA PENGANTAR
Tiada yang lebih patut menjadi tempat memanjatkan puji syukur selain Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya penulisan makalah ini. Penulisan ini dapat terlaksana terutama berkat anugerah yang dilimpahkan Allah SWT dalam bentuk kesehatan, kemampuan, dan kelonggaran.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan petunjuk berupa akal, pikiran dan ilmu pengetahuan. Sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan yang berjudul”ASPEK PENALARAN DALAM KARANGAN ILMIAH”.
Hanya setitik ilmu yang saya miliki diantara seluas lautan pengetahuan. Oleh karena itu dimungkinkan ada kekurangan atau kekhilafan dalam penyajian makalah ini. Mohon maklum dan terimakasih.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Dalam tulisan sebelumnya penulis telah mengupload masalah berpikir induktif yang tentu saja berhubungan dengan penalaran. Penalaran adalah sesuatu hal yang digunakan untuk berinterasi dengan individu arau kelompok agar komunikasi dapat berjalan sesuai tema pembicaraan. Banyak aspek yang ada dalam penalaran yang sesuai dengan penalaran induktif dan penalaran deduktif, yang berisi karanga dan harus mengerti pengolongan fakta sebagai unsur dasar penalaran karangan ilmiah.
1.2  Tujuan Penulisan
Penulisan ini akan dibuat dengan tujuan untuk menambah pengetahuan tentang aspek penalaran dalam karya ilmiah.
1.3  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana menulis sebagai prosen penalaran?
2.      Apakah penalaran induktif dan penalaran deduktif dalam karanga ilmiah?
3.      Bagaimana isi dalam karangan iliah?
4.      Apa fakta yang digunakan sebagai unsur dasar penalaran kerangka?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menulis dalam Karangan Ilmiah
Menulis merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya. Maka kita harus mencari topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatu topik tersebut kita harus berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari telah melakukan proses penalaran. Maka pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan sedikit mengenai menuli merupakan proses bernalar. Penalaran dalam suatu karangan ilmiah mencakup 5 aspek yaitu:
1.      Aspek Keterkaitan
Aspek keterkaitan adalah hubungan antar bagian yang satu dengan yang lain dalam suatu karangan.
2.      Aspek Urutan
Aspek urutan adalah pola urutan tentang suatu yang harus didahulukan atau ditampilkan kemudian dari hal yang paling mendasar ke hal yang bersifat pengembangan.
3.      Aspek Argumentasi
Aspek argumentasi adalah bagian yang menyatakan fakta, analisis terhadap fakta, pembuktian suatu pernyatan dan kesimpulan dari hal yang telah dibutuhkan.
4.      Aspek Teknik Penyusunan
Aspek teknik penyusunan adalah bagaimana pola penusunan yang dipakai, apakah digunakan secara konsisten, karangan ilmiah harus disusun dengan pola penyusunan tertentu dan teknik bersifat baku dan universal.
5.      Aspek Bahasa
Aspek bahasa adalah bagaimana penggunaan bahab karangan ilmiah harus disusun dengan bahasa yang baik, benar dan ilmiah. Penggunaan bahasa yang tidak tepat justru akan mengurangi kadar keilmiahan suatu karya sastra lebih-lebih untuk karangan ilmiah akademis.

2.2 Penalaran Induktif dan Deduktif dalam Karya Ilmiah
1. Penalaran Induktif
Induksi/induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena individu untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini mulai bergerak dari pene;litian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada. Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum melangkah lebuih jauh ke penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga disebut sebagai corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses penalaran deduktif. Pengertian fenomena-fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif harus diartikan pertama-tama sebagai data-data maupun sebagai pernyataan-pernyataan yang tentunya bersifat faktual pula. Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi seperti generalisasi, hipotese dan teori, analogi induktif, kausal dan sebagainya.
Contoh penalaran induktif :
Harimau berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.
2. Penalaran Deduktif
Sebagai suatu istilah dalam penalaran, deduktif/ deduksi adalah merupakan suatu proses berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada, menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Proposisi baru itu tidak lain dari kesimpulan kita mengenai suatu fenomena yang telah kita identifikasi dengan mempertalikannya dengan proposisi yang umum.
Dalam penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu baginya adalah suatu proposisi umu  dan suatu proposisi yang mengidentifikasi suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu proposisi umum tadi. Bila identifikasi yang dilakukannya itu benar dan kalau proposisinya itu juga benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar.
Uraian mengenai proses berpikir deduktif ialah seperti silogisme kategorial, entimen, rantai deduktif, siklogisme alternatif, silogisme hipotesis dan sebagainya.
Contoh penalaran induktif:
Masyarakat Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan (khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial penanda status sosial.

2.3 Isi Karangan
Isi karangan menyajikan fakta yang berupa benda, kejadian, gejala, sifat ramalan, dan sebagainnya. Karya ilmiah membahas fakta meskipun untuk pembahasan ini diperlukan teori atau pendapat. Dalam bagian ini akan dibahas hal-hal yang berhubungan dengan fakta, yaitu generalisasi dan spesifikasi, klasifikasi, perbandingan dan pertentangan, hubungan sebab akibat, analogi dan ramalan.
2.3.1        Urutan Logis
Suatu karangan harus merupakan suatu kesatuan, sehingga harus dikembangkan dalam urutan yang sistematis, jelas, dan tegas. Urutan dapat disusun berdasarkan waktu, ruang, alurnalar, kepentingan dan sebagainya.
1.      Urutan waktu (kronologis)
Perhatikan paragraph berikut:
Dahulu sebelum cara immunisasi ditemukan selama puluhan abad, puluhan ribu penduduk dunia mati akibat berbagai penyakit. Di Inggris saja sebuah ditemukan vaksin cacar, kurang lebih 80.000 ribu orang mati karena penyakit itu. Penemuan vaksin sejak abad ke-18 sangat memperkecil angka kematian tersebut.

Tulisan di atas dikembangkan secara kronologis, artinya berdasarkan urutan waktu. Perhatikan kata-kata yang menunjukkan hubungan kronologi tersebut. Urutan kronologis di dalam tulisan secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata atau ungkapan-ungkapan seperti: dewasa ini, sekarang, bila, sebelum, sementara, selanjutnya dan sebagainya.
Pengembangan tulisan dengan urutan kronologis biasanya dipergunakan dalam memaparkan sejarah, proses, asal-usul, dan riwayat hidup (biografi).
2.      Urutan Ruang (Spasial)
Urutan ini dipergunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang.
Contoh:
Jika anda memasuki pekarangan bangunan kuno itu, setelah anda melalui pintu gerbang kayu penuh ukiran indah. Anda akan berada pada jalan berlantai batu hitam yang membelah suatu lapangan rumput yang dihiasi petak bunga-bungaan dan pohon-pohonan peneduh. Di kiri kanan jalan itu agak ke tengah terdapat lumbung padi, puncaknya berbentuk seperti tanduk dan beratap ijuk.
3.      Urutan Alur Penalaran
Berdasarkan alur penalarannya, suatu paragraph dapat dikembangkan dalam urutan umum-khusus dan khusus-umum. Urutan ini menghasilkan paragraph deduktif dan induktif. Urutan umum-khusus banyak dipergunakan dalam karya ilmiah. Tulisan yang paragraph-paragrafnya dikembangkan dalam ut=rutan ini secara  menyeluruh lebih mudah dipahami isinya. Dengan membaca kalimat-kalimat pertama pada paragraph, maka pembaca dapat mengetahui garis besar isi seluruh karangan.
Contoh :
Semua mahasiswa selalu memperingati HUT Proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus sebagai wujud dari nasionalisme. Beberapa hal yang bisa mereka tunjukkan adalah dengan mengadakan berbagai acara seperti lomba pidato, mengarang, debat dll.
4.      Urutan Kepentingan
Suatu karangan dapat dikembangkan dengan urutan berdasarkan kepentingan gagasan yang dikemukakan. Dalam hal ini arah pembicaraan ialah dari yang paling penting sampai kepada yang paling tidak penting atau sebaliknya.

2.4      Fakta Sebagai Unsur Dasar Penalaran Karangan
Agar dapat menalar dengan tepa, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa pengertian dari fakta.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang termati oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta dilakukan secara sekuebnsial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.
1.      Klasifikasi
Membuat klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu klasifikasi akan berheni, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke dalam suatu spesies. Contohnya, “Dani adalah manusia”, tetapi tidak “Manusia adalah Dani” karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari fakta-fakta yang diteliti.
2.      Jenis Klasifikasi
Klasifikasi dapat dibedakan menjadi dua jjenis, yaitu:
·         Klasifikasi sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous classification dichotomy).
·         Klasifikas kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua ciri negative; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.
3.      Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
·         Prinsipnya harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau benda (gejala) yang dikasifikasikan.
·         Klasifikasi harus logis dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
·         Klasifikasi harap bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang dipergunakan harus dikenkan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.

Selain itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi yang sudah dijelaskan sebelumnya, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1). Generalisasi dan Spesifikasi,  Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah : biasanya, pada umumnya, sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraph dalam tulisan yang mencantumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta ?(disebut generalisasi factual) atau pendapat (opini).
2). Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang terdapat di antara keduannya.
Analogi terdiri darii dua macam, pertama analogi penjelas(deklaratif)  yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif  yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
3). Hubungan Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
·         Penalaran sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
·         Penalaran akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
·         Penallaran akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan kedua akibat itu.

2.4.1        Salah Nalar
Kesalahan yang berhubungan dengan proses penalaran disebut sebagai salah nalar. Ada dua jenis kesalahan menurut penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan formal.
a). Kesalahan Informal
kesalahan informal biasanya dikelompokkan sebagai kesalahan relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk ke dalam jenis jkesalahan ini adalah:
·         Argumentum ad Hominem, kesalahan itu berarti “argumentasi ditujukan kepada diri orang”. Artinya, kesalahan itu terjadi bila seseorang mengambil keputusan atau kesimpulan tidak berdasarkan penalaran melaikan untuk kepentingan dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis.
·         Argumentum ad Baculum, kesalahan yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak karena adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan.
·         Argumentum ad Verucundiam atau Argumentum Adictoritatis, kesalahan yang terjadi apabila seseorang menerima pendapat atau keputusan dengan alasan penalaran melainkan karena yang menyatukan pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki kekuasaan.
·         Argumentum ad Populum, kesalahan itu berarti “argumentasi ditujukan kepada rakyat”. Artinya, argumentasi yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang penting agar orang banyak terguguh. Hal ini sering dilakukan dalam propaganda.
·         Argumentum ad Misericordiam, argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan.
·         Kesalahan Non-Causa Pro-Causa, kesalahan ini terjadi jika seseorang mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap.
·         Kesalahan Aksidensi, kesalahan terjjadi akibat penerapan prinsip uum terhadap keadaan yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok.
·         Petitio Principii, kesalahan ini terjadi jika argument yang diberikan telah tercantum di dalam premisnya. Kadang-kadang petition principii ini berwujud sebagai argumentasi berlingkar: A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D disebabkan A.
·         Kesalahan komposisi dan divisi, kesalahan komposisi terjadi jika menerapkan predikat individu kepada kelompoknya sementara kesalahan divisi terjadi jika predikat yang benar bagi kelompok dikenakan kepada individu anggotanya.
·         Kesalahan karena Pertanyaan yang Kompleks, pertanyaan yang dimaksud ini bukan dinyatakan dengan kalimat kompleks saja, namun yang dapat menimbulkan banyak jawaban.
·         Non Secuitur (Kesalahan Konsekuen), kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi kondisional terjadi pertukaran anteseden dan konsekuen.
·         Ignoratio Elenchi, kesalahan ini sama atau sejenis dengan argumentum ad Hominem, ad Verucundiam, ad Baculum, dan ad Populum yaitu tidak ada relevansi antara premis dan kesimpulannya.
b). Kesalahan Formal
kesalahan ini berhubungan erat dengan materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1). Kesalahan Induktif
Kesalahan induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini terjadi karena:
·         Generalisasi yang terlalu luas.
·         Hubungan sebab akibat yang tidak memadai.
·         Kesalahan analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan ciri esensial kesimpulan yang ditarik.
2). Kesalahan Deduktif
·         Dalam cara berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi adalah kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.
·         Kesalahan term keempat. Dalam hal ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan.
·         Kesimpulan terlalu luas atau kesimpulan lebih luas dari pada premisnya.
·         Kesalahan kesimpulan dari premis-premis negatif.


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah mempelajari aspek penalaran dalam karangan ilmiah, maka kita tahu tentang bagaimana cara untuk menulis sebagai proses penalaran, penalaran induktif dan dedultif dalam karya ilmiah, isi karangan dan fakta sebagai unsur dasar penalaran karangan.



Sumber :