Senin, 27 April 2015

Sejarah Hukum Dagang





Perdagangan adalah pekerjaan menjual atau membeli barang dari suatu tempat atau suatu waktu dan menjual barang itu ditempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperleh keuntungan.
Hukum dagang adalah hokum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. System hukum dagang menurut arti luas dibagi menjadi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
I . Sejarah Hukum Dagang dan Berkembang Di Indonesia
            Pembagian Hukum Privat (Sipil) ke dalam Hukum Perdata dan Hukum Dagang sebenarnya bukanlah pembagian yang azasi, tetapi pembagian sejarah dari Hukum Dagang.
            Bahwa pembagian tersebut bukan bersifat asasi, dapatlah kita lihat dalam ketentuan yang tercantum dalam pasal 1 KUHD yang menyatakan : bahwa peraturan-peraturan KUHS dapat juga dijadikan dalam penyelesaian soal-soal yang disinggung dalam KUHD terkecuali dalam penyelesaian soal-soal yang semata-mata diadakan oleh KUHD itu.
            Kenyataan-kenyataan lain yang membuktikan bahwa pembagian itu bukan pembagian asasi adalah :
a.       Perjanjian jual-beli yang merupakan perjanjian terpenting dalam bidang perdagangan tidaklah ditetapkan dalam KUHD tetapi diatur dalam KUHS.
b.      Perjanjian pertanggungan (asuransi) yang sangat penting juga bagi soal keperdataan ditetapkan dalam KUHD.
Adapun perkembangan Hukum Dagang sebenarnya telah dimuali sejak abad pertengahan di Eropa, kira-kira dari tahun 1000-1500. Asal mula perkembangan hukum ini dapat kita hubungkan denga terjadinya kota-kota di Eropa Barat. Pada zaman itu Italia dan Prancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, Venetia, Marseille, Barcelona dan lain-lain). Hukum Romawi (Corpus Iuris Civilis) ternyata tidak dapat menyelesaikan seluruh perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Oleh karena itulah di kota-kota Eropa Barat disusun peraturan-peraturan hukum baru yang berdiri sendiri di samping Hukum Romawi yang berlaku.
Hukum yang baru ini berlaku bagi golongan pedagang dan disebut “Hukum Perdagangan” (Koopmansrecht). Kemudia pada abad ke-16 dan ke-17 sebagian besar kota di prancis mengadakan pengadilan-pengadilan istimewa khusus menyelesaikan perkara-perkara di bidang perdagangan (pengadilan pedagang).
Hukum pedang ini pada mulanya belum merupakan Unifikasi berlakunya satu system hukum untuk seluruh daerah, karena berlakunya masih bersifat kedaerahan. Tiap-tiap daerah mempunyai hukum perdagangan sendiri-sendiri yang berlainan satu sama lainnya.
Kemudian disebabkan bertambah eratnya hubungan perdagangan antara daerah, maka dirasakan perlu adanya satu kesatuan hukum diantara hukum perdagang ini.
Oleh karena itu diperancis pada abad ke-17 diadakan kondifikasi dalam hukum pedagang : Menteri Keuangan dari Raja Louis XIV (1643-1715) yaitu  COLBERT membuat suatu peraturan yaitu “ ORDONANCE DU COMMERCE “ (1673).
Peraturan ini mengatur hukum perdagang ini sebagai hukum untuk golongan tertentu yakni kaum pedagang. Ordonance Du Commerce ini pada tahun 1681 disusul dengan peraturan lain yaitu “ORDONANSI DE LA MARINE “ yang mengatur hukum perdagangan laut (untuk pedagang-pedagang kota pelabuhan).
Pada tahun 1807 diprancis disamping adanya “CODECIVIL DES FRANCAIS” yang mengatur Hukum Perdata Prancis, telah dibuat lagi suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang tersendiri yakni “CODE DE COMMERCE”.
Dengan demikian pada tahun 1807 di Prancis terdapat Hukum Dagang yang dikodifikasikan dalam CODE DE COMMERCE yang dipisahkandari Hukun Perdata yang dikodifikasikan dalam CODE CIVIL. Code de Commerce ini membuat peraturan-peraturan hukum yang timbul dalam bidang perdagangan sejak jaman pertengahan. Adapun yang menjadi dasar bagi penyususn Code de Commerce (1807) ini adalah antara lain : Ordonance de Commerce (1673) dan Ordonance de la Marine (1681) tersebut.
Kemudian kodifikasi-kodifikasi hukum prancis tahun 1807 (yakni Code Civil dan Code de Commerce) dinyatakan berlaku juga di Nederland pada tahun 1838.
Namun pemerintah Nederland menginginkan adanya hukum dagang sendiri : dalam usul KUHD Belanda dari tahun 1819 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas tiga kitab, akan tetapi didalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan akan tetapi perkara-perkara dagang diselesaikan di pengadilan biasa.
Usul KUHD belanda inilah yang kemudia disahkan menjadi KUHD Belanda tahun 1838. Akhirnya Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD Indonesia 1848.
Pada akhirnya pada abad 19, prof. Molengraff merencanakan suatu Undang-undang kapailitan yang akan menggantikan buku III dari KUHD Nederland. Rancangan Molengraaf ini kemudian berhasil dujadikan Undang-undang kaepailitan tahun 1893 (berlaku pada tahun 1896).
Dan berdasarkan atas konkordinasi pula, perubahan ini diadakan juga di Indonesia pada tahun 1906. Pada rtahun 1906 itulah Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri (di luar KUHD), sehingga semenjak tahun 1906 KUHD Indonesia hanya terdiri atas dua Kitab saja, yakni “TENTANG DAGANG UMUMNYA” dan Kitab II berjudul “TENTANG HAK-HAK DAN KEWAJIBAN-KEWAJIBAN YANG TERBIT DARI PELAYARAN”.
II . Berlakunya Hukum Dagang
            Sebelum tahun 1938 Hukum Dagang hanya mengikat kepada para pedagang saja yang melakukan perbuatan dagang, tetapi sejak tahun 1938 pengertian Perbuatan Dagang, dirubah menjadi perbuatan Perusahaan yang artinya menjadi lebih luas sehingga berlaku bagi setiap pengusaha (perusahaan).
Para sarjana tidak satupun memberikan pengertian tentang perusahaan, pengertian dapat dipahami dari pendapat antara lain:
1.      Menurut Hukum, Perusahaan adalah mereka yang melakukan sesuatu untuk mencapai keuntungan dengan menggunakan banyak modal (dalam arti luas), tenaga kerja, yang dilakukan secara terus menerus dan terang-terangan untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperniagakan barang-barang atau mengadakan perjanjian perdagangan.
2.      Menurut Mahkamah Agung (Hoge Read), Perusahaan adalah yang mempunyai perusahaan, jika secara teratur melakukan perbuatan-perbuatan yang bersangkutpaut dengan perniagaan dan perjanjian.
3.      Menurut Molengraff, mengartikan perusahaan (dalam arti ekonomi) adalah keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terusmenerus, bertindak keluar untuk memperoleh penghasilan dengan cara memperdagangkan perjanjian-perjanjian perdagangan.
4.      Menurut Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982, perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus, dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia untuk tujuan memperoleh keuntungan atau laba.
Perusahaan adalah setiap orang atau badan hukum yang langsung bertanggung jawab dan mengambil resiko suatu perusahaan dan juga mewakili secara sah.
III . Sumber-Sumber Hukum Dagang
            Hukum Dangang Indonesia terutama bersumber pada:
1.      Hukum tertulis yang dikodifikasikan:
a.       Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.k).
KUHD Indonesia telah kira-kira satu abad yang lalu dibawah orang Belanda ke tanah air kita, mula-mula ia hanya berlaku bagi orang-orang Eropa di Indonesia (berdasarkan asas konkordansi). Kemudian juga dinyatakan berlaku bagi orang-orang Timur Asing, akan tetapi tidak berlaku seluruhnya untuk orang-orang Indonesia. KUHD yang berlaku di Indonesia pada 1 Mei 1848 terbagi atas dua Kitab dan 23 bab : Kitab I yang berjudul “Tentang Dagang Umumnya” terdiri dari 10 bab dan Kitab II yang berjudul “Tentang hak-hak dan Kewajiban-kewajiban yang Terbit  dari Pelajaran, yang memuat (HUKUM LAUT)”, terdiri dari 13 bab.

b.      Kitab Undang-undang Hukum Sipil (KUHS) atau Bergerlijk Wetbok Indonesia (BW).
Berdasarkan asas kokordinasi maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada tanggal 31 Desember 1830.
KUHS Belanda ini berasal/bersumber pada KUHS Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi HUkum Romawi “Corpus Iuris Civillis” dari kaisar Justinianus (527-565).
KUHS Indonesia dibagi menjadi $ Kitab, yaitu:
1.      Kitab I berjudul    : Perihal Orang (Van Personen).
2.      Kitab II berjudul   : perihal Benda (Van Zaken).
3.      Kitab III berjudul : Perikatan (Van Verbintenis).
4.      Kitab IV berjudul : Perihal pembuktian dan kadaluarsa (Van Bewijs en Verjaring).
      Bagian-bagian dari KUHS yang mengatur tentang HUkum Dagang ialah sebagian terbesar dari Kitab III dan sebagian kecil dari Kitab II.
Hal-hal yang diatur dalam Kitab III KUHS ialah mengenai Perikatan-perikatan umumnya dan perikatan-perikatan yang dilahirkan dari persetujuan dan undang-undang seperti:
a.       Persetujuan jual beli (contract of sale).
b.      Persetujuan sewa menyewa (contract of hire).
c.       Persetujuan pinjaman uang (contract of loan).

2.      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yakni peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan.
            Hukum dagang selain diatur dalam KUHD dan KUHS juga terdapat dalam berbagai peraturan-peraturan khusus (yang belum dikodifikasikan) seperti misalnya:
a.       Peraturan Tentang Koperasi:
b.      Peraturan palisemen
c.       Undang-undang Oktroi
d.      Peraturan Hak Milik Industri
e.       Peraturan Lalu-lintas
f.       Peraturan Maskapai Andil Indonesia
g.      Undang-undang No. 1 tahun 1961 dan UU No.9 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara (Persero, Perum, Perjan).
IV . Hubungan Hukum Dagang dan Perdata
            Prof. Subekti S.H. berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. “Hukum Dagang” tidaklah lain daripada “Hukum Perdata”, dan perkataan “dagang” bukanlah suatu pengertian hukum, melainkan suatu pengertian ekonomi.
            Seperti telah kita ketahui, pembagian Hukum Sipil ke dalam KUHS dan KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam Hukum Romawi (yang menjadi sumber terpenting dari Hukum Perdata Eropa Barat) belum ada peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalam KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru mulai berkembang pada abad pertengahan.
            Di Nederland sekarang ini sudah ada aliran yang bertujuan menghapuskan pemisahan Hukum Perdata dalam dua Kitab Undang-undang itu (bertujuan mempersatukan Hukum Dagang dan Perdata dalam satu Kitab Undang-undang saja).
            Pada beberapa Negara lainnya, misalnya Amerika Serikat dan Swiss, tidaklah terdapat suatu Kitab Undang-undang Hukum Dagang yang terpisah dari KUHS. Dahulu memang peraturan-peraturan yang termuat dalam KUHD dimaksudkan hanya berlaku bagi orang-orang “pedagang” saja, misalnya:
a.       Hanyalah orang pedagang yang diperbolehkan membuat surat wesel sebagainya.
b.      Hanyalah orang pedagang yang dapat dinyatakan pailit, akan tetapi sekarang ini KUHD berlaku bagi setiap orang, juga bagi orang yang bukan pedagang sebagaimana juga KUHS berlaku bagi setiap orang termasuk juga seorang pedagang. Malahan dapatlah dikatakan, bahwa sumber yang terpenting dari Hukum Dagang ialah KUHS. Hal ini memang dinyatakan dalam Pasal 1 KUHD, yang berbuny:
“KUHS dapat juga berlaku dalam hal-hal yang diatur dalam KUHD sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
            Hal ini berarti bahwa untuk hal-hal yang diatur dalam KUHD, sepanjang tidak terdapat peraturan-peraturan khusus yang berlainan, juga berlaku peraturan-peraturan dalam KUHS.
            Menurut Prof. Subekti, dengan demikian sudah diakui bahwa kedudukan KUHD terdapat KUHS adalah sebagai Hukum khusus terhadap Hukun umum.
            Dengan perkataan lain menurut Prof. Sudiman Kartohadiprojo : KUHD merupakan suatu LEX SPECIALIS terdap KUHS sebagai LEX GENERALIS, maka sebagai Lex Specialis, kalau andaikan dalam KUHD terdapat ketentuan mengenai hal yang dapat aturan pula dalam KUHS, maka ketentuan dalam KUHD itulah yang berlaku. Adapun pendapatan beberapa sarjana hukum lainnya tentang hubungan kedua hukum ini antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Van Kan beranggapan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu tambahan Hukum Perdata yaitu suatu tambahan yang mengatur hal-hal yang khusus. KUHS memuat hukum perdata dalam arti sempit, sedangkan KUHD memuat penambahan yang mengatur hal-hal khusus hukum perdata dalam arti sempit itu.
b.      Van Apeldoorn menganggap Hukum Dagang suatu bagian istimewa dari lapangan Hukum Perikatan yang tidak dapat ditetapkan dalam Kitab III KUHS.
c.       Sukardono menyatakan, bahwa pasal 1 KUHD “memelihara kesatuan antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata Umum… sekedar KUHD itu tidak khusus menyimpang dari KUHS”.
d.      Tirtamijaya menyatakan, bahwa Hukum Dagang adalah suatu Hukum Sipil yang istimewa.
Dalam hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata ini dapat pula kita bandingkan dengan system hukum yang bersangkutan di Negara Swiss. Seperti juga di tanah air kita, juga di Negara Swiss berlaku dua buah kodifikasi, yang kedua-duanya mengatur hukum Perdata, yakni :
1.      SCHWEIZERICHES ZIVILGESETZBUCH dari tanggal 10 Desember 1907 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1912.
2.      SCHWEIZERICHES OBLIGATIONRECHT dari tanggal 30 Maret 1911, yang mulai berlaku juga pada tanggal 1 Januari 1912.
Kodifikasi yang ke II ini mengatur seluruh Hukum Perikatan yang di Indonesia diatur dalam KUHS (buku ke III) dan sebagian dalam KUHD.
V. Pengertian Perdagangan dan Perbuatan Perniagaan Menurut Hukum
Menurut pasal 2 yang lama KUHD bahwa:
Perdagangan adalah mereka yang melakukan perbuatan perniagaan sebagai pekerjaan sehari-hari.
Menurut pasal 3 yang lama KUHD bahwa:
Perniagaan  adalah perbuatan perniagaan pada umumnya adalah perbuatan pembelian barang-barang untuk dijual lagi.
            Barang menurut hukum adalah barang bergerak, kecuali pasal 3 lama KUHD perbuatan perniagaan juga diatur pada pasal 4 yang memasukkan beberapa perbuatan lain dalam pengertian perbuatan perniagaan antara lain:
1.      Perusahaan polisi
2.      Perniagaan wesel dan surat
3.      Pedagang, Bankir, kasir dan makelar
4.      Pembangunan/perbaikan dan perlengkapan kapal untuk keperluan dikapal
5.      Ekspedisi dan pengangkutan-pengangkutan barang
6.      Jual beli perlengkapan dan keperluan kapal
7.      Carter mencarter kapal yang merupakan perjanjian tentang perniagaan laut
8.      Perjanjian hubungan kerja dengan nakoda dan anak kapal untuk kepentingan kapal
9.      Perantara atau makelar laut
10.  Perusahaan asuransi
            Menurut pasal yang lama KUHD yang mengatur tentang perbuatan perniagaan yang disingkat sebagai perbuatan-perbuatan yang timbul dari kewajiban-kewajiban menjalankan kapal untuk melayani laut yang berasal dari kapal karang/kapal terdampar, juga penemuan barang-barang di laut, pembuangan barang-barang di laut, semuanya termasuk dalam golongan perbuatan perniagaan.




Sumber :
Katuuk, F. Neltje (1994). Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Penerbit Toto Bes.
https://rismaeka.wordpress.com/2012/03/25/hukum-dagang/